Pilkada Serentak Jangan Sampai Merusak Tatanan Kekeluargaan.

  • Bagikan

membaranews.com

Pemilihan kepala daerah atau Pilkada akan segera diselenggarakan. Tahun ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) akan menyelenggarakan Pilkada serentak pada tanggal 27 November 2024.
Persiapan penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2024 pun tengah berlangsung saat ini. Salah satu persiapan yaitu terkait pendaftaran peserta Pilkada di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota. Lantas siapa saja peserta Pilkada itu? Peserta Pilkada atau pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang mendaftar atau didaftarkan di KPU.

Merujuk Persyaratan di atas sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU Nomor 10 Tahun 2016. Bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, calon Bupati dan calon Wakil Bupati, serta calon Walikota dan calon Wakil Walikota.

Jika kita mencermati Pilkada ini, dimana evoria pada semua daerah yang melaksanakan proses, yang akan di finalkan pada proses pendaftaran dan penetapan calon. Tentu kesemuanya ini, jika merujuk kepada “kompetisi konprehensif” . Artinya perhelatan yang dilakukan secara professional dalam ajang pilkada serentak di semua daerah, yang di dasari oleh kemampuan, keinginan, dan rasa sence of belonging berbuat pada daerah yang di Yakini akan ikut serta nantinya membangun daerah tersebut sebagai kepala daerah. 

Beranjak dari keinginan dan kemampuan, maka sesorang atau pasangan melakukan upaya agar bisa menjadi konsestasi/calon dengan syarat yang sesuai, apakah melalui jalur partai ataupun perseorangan. Tentu di dasari dari hal diatas akan terjadi proses yang berjalan, sehingga dalam proses tersebut nantinya di level akar rumput/pemilih akan terjadi beda pendapat dan pilihan. Hubungan sebagai kakak adik, saudara sepupu, om atau tante dan keponakan, juga antar keluarga besar tidak boleh terkoyak hanya karena perbedaan pilihan politik dalam pilkada. Beberapa refrensi dan rujukan yang kita lihat khususnya, gesekan/perbedaan kekeluargaan ini terjadi pada tingkat pendukung, apakah itu tim sukses, pemilih dan supporting election.  Dampak yang terjadi di masyarakat akibat pemilihan kepala daerah yaitu dampak positif adalah bertambahnya solidaritas internal dalam kelompok masyarkat dan menjadikan prilaku pasif menjadi aktif dan produktif dan dampak negative terjadinya pemaksaan di lingkungan keluarga yang dilakakukan kepala keluarga kepada anggota keluarga, kemudian terjadinya konflik keluarga akibat perbedaan pilihan dan terjadinya kerenggan dalam keluarga. Bentuk-bentuk konflik yang terjadi ialah konflik vertikal dimana pimpinan memaksa kepada bawahan untuk mengiku pilihan yang di dukungnya, kemudian konfik horizontal yaitu konflik antar keluarga dengan keluarga yang diakibatkan adanya politik uang yang diberikan kepada kerabatnya namun justru memilih pasangan calon lain, hal ini saya melihat dari bebrapa refrensi yang melakukan kajian terhadap hal ini.

Pada perilaku sosial masyarakat saat ini khsusnya pada pemilihan, apakah pemilihan rikat kepala desa sampai presiden, pendekatan sosiologis berpengaruh dalam penelitian ini yakni hubungan dalam kekeluargaan memiliki relasi yang kuat dalam berpolitik, peneliti menemukan dilapangan bahwa masyarakat  menjatuhkan pilihan politiknya saat pemilihan hanya berdasarkan hubungan kekeluargaan. 

Tingkat kekerabatan/kekerabatan di masyarakat  berdasarkan tiga (3) tingkatan, yaitu tingkat kekerabatan pertama, tingkat kekerabatan kedua, dan tingkat kekerabatan ketiga. Dari tiga tingkatan hubungan kekerabatan tersebut yang paling berpengaruh dalam perolehan suara yakni tingkat kekerabatan jenis kedua, yakni kekerabatan/ kekeluargaan

berdasarkan keturunan nenek dari pihak ayah dan pihak ibu. Keluarga dari calon kandidat satu dijadikan sebagai tim pemenangan saat pemilihan. Begitu pula dengan calon kandidat dua. Jika dibandingkan dengan calon kandidat dua, keluarga dari calon kandidat satu memiliki pengaruh yang kuat dalam perolehan suara. Sehingga calon kandidat satu berhasil memenangkan Pemilihan. Masyarakat mempertimbangkan dalam memilih yakni berdasarkan Subjective Emotional, ialah menjatuhkan pilihan karena memiliki ikatan kekeluargaan, kekerabatan, bahkan persahabatan. Sehingga yang saya pahami bahwa terjadinya perbedaan lebih dominan pada tingakt pemilih.

Jika kita mencermati di Pilkada serentak tahun 2024 ini, khususnya di Kabupaten Tapanuli Selatan, ada hal yang menarik dan “Agak Laen”. Dimana ada Bakal calon yang mengikuti konsestasi dari salah satu yang memiliki Hubungan Kekeluargaan yang sangat dekat. Kenapa menarik?? Tadi di awal bahwa perbedaan tersebut biasangan di level timses/pemilih, tetapi di Kabupaten Tapanuli Selatan justru di level Bakal Calon, dimana sama-sama kita melihat adanya Bakal Calon yang ikut konsestasi dari satu “trah keluarga” informasi sementara beda jalur, yaitu jalur partai dan jalur independent. Jika kita melihat perilaku politik yang dilakukan “ Agak Laen” memang, dimana semestinya harus Bersatu untuk mengangkat harkat marbatat “Trah Keluarga”. 

Harapan kita agar sebelum masuk pada tahapan pendaftaran, sudah sangat-sangat perlu pendekatan budaya dilakukan oleh para tetua-tetua adat, jika dalam “Dalihan Na Tolu” Sebagai Sistem Sosial di daerah sipirok. Karena kita melihat potensi dari konsestan yang bakal ikut ini memiliki kompetensi yang sama-sama ingin membangun dan kemampuan yang mumpuni dalam memimpin. Kita berharap nantinya ada terpilih yang terbaik untuk Kabupaten Tapanuli Selatan. Selamat bersepakat dan bersepaham untuk bumi Tapanili Selatan, jangan sampai nanti terjadi umpama yang menyatakan “Ndang di hamu Ndang di hita, Gabe di begu ma”. Sebuah keprihatinan menyaksikan ‘hasil’ tidak untuk aku, tidak pula untuk kau (dang di-au dang di-ho), semoga hal ini tidak terjadi. Horas

Robert Tua Siregar Ph.D

Ketua Pusat Unggulan Iptek “Bina Ruang” Univ.Prima Indonesia

Dosen Manajemen Pembangunan S3,S2 Univ. Prima Indonesia

Dosen S2 Univ Sumatera Utara, Univ HKBP Nomensen Medan, STIE Sultan Agung dan Politeknik Pariwisata Negeri Medan.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *