Penulis : Indah Pujawati
Pada awal tahun Dunia telah dihebohkan dengan wabah baru yang berasal dari Tiongkok dan wabah itu sendiri diberi nama COVID-19. Terutama di Indonesia yang sekarang sudah mencapai lebih dari 121.000 kasus yang perharinya semakin bertambah dengan tingkat kematian 4,8 % yang terbilang tinggi dibanding Negara lain. Dengan beredarnya rumor dan video-video tentang COVID menyebabkan meningkatnya tingkat stress pada masyarakat terutama pada masyarakat awam.
Dimasa pandemi ini banyak masyarakat yang mengalami ketakutan berlebih pada dirinya dan orang-orang yang dicintainya akan terjangkit dan mati karena Virus Corona, berubahnya pola hidup, memikirkan ketidakpastian kapan COVID berakhir dan hal itu bisa menyebabkan stress yang berpengaruh pada mentalnya. Tingkat stress akan bertambah dengan didukungnya penurunan gaji atau bahkan pemberhentian pekerjaan, tekanan dari pemerintah yang diharuskan tetap berada di rumah sehingga tidak bisa refreshing menghilangkan penat, dan tuntutan dari pihak ketiga yang mengharuskan memiliki handphone juga kuota untuk tetap bisa belajar dari rumah.
Masyarakat yang rentan mengalami stress dimasa Pandemi ini adalah anak remaja, pihak medis dan Ibu rumah tangga. Selama masa Pandemi ini semua diharuskan untuk tetap berada di rumah. Anak remaja yang sebelumnya menghabiskan waktu diluar rumah untuk kumpul bersama temannya yang sekedar menghilangkan rasa bosan, namun selama masa Pandemi harus terkurung di rumah hingga merasa jenuh, putus asa, sedih sehingga terganggu kesehatan mentalnya. Sedangkan dari pihak medis bisa mengalami gangguan kesehatan mental karena adanya tekanan dari pekerjaan yang setiap harinya harus menangani pasien yang terus bertambah.
Jika dari sudut pandang Ibu rumah tangga, sesuai dengan hasil pengamatan yang ada di lapangan tepatnya di lingkungan Desa Air Teluk Hessa kab Asahan bahwa 6 dari 10 Ibu rumah tangga mengalami gangguan kesehatan mental karena adanya penurunan gaji sang suami dan kumpulnya anak-anak yang dianggap tidak bisa bantu-bantu selama berada di rumah. Gangguan kesehatan mental yang dialami oleh Ibu rumah tangga di Desa Air Teluk Hessa berupa ketidakstabilan emosi dan rasa sensitive yang berlebih sehingga mempengaruhi pola pikir juga perilaku yang menyebabkan si penderita selalu marah-marah dikesehariannya.
Saya coba untuk wawancara salah satu Ibu rumah tangga yang bernama Yayuk (39) untuk mewakili Ibu yang lain. “Bagaimana buk, kalau boleh tau selama masa Pandemi COVID-19 ini apa yang Ibu alami, baik itu dari segi fisik maupun dari segi mental ?”
“Ya gimana Ibu pun bingung, awal ada virus ini Ibu was-was juga takut kalau Ibu sama keluarga kena Virus ini apalagikan sampai sekarang belum ditemukan obatnya, semua ya Ibu larang untuk keluar rumah apalagi untuk berpergian, ditambah lagi pemasukan tidak seimbang sama pengeluaran, gaji Bapak di potong. Belum lagi anak sekolah yang pada nuntut kuota untuk belajar padahal untuk game online. Orang banyak ngumpul dirumah tapi tidak ada yang bisa bantu, hari-harinya ya Ibu marah-marah, kalau marah ya emosi udah tidak bisa dikontrol semua terucap, kalau gini terus ya stress lama-lama.”
Dimasa yang serba salah ini tidak hanya dianjurkan untuk tetap menjaga jarak demi kesehatan, namun juga tetap menjaga kesehatan mental agar tidak mudah terjangkit penyakit. Perasaan takut atau cemas dimasa Pandemi dianggap normal selagi tidak berlebihan. Tetap berpikir positif yang diperlukan disaat sekarang ini. Jika beban terasa berat dan mulai mengganggu kesehatan mental jangan takut untuk berkonsultasi dengan orang terdekat atau Psikolog.