membaranews.com–(Medan)
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Irjen Pol. Boy Rafli Amar minta para pemegang kebijakan senantiasa memberi edukasi kepada segenap pengguna media sosial di daerahnya. Sebab, salah satu sumber penyebab menyebarnya paham radikalisme intoleran adalah media sosial.Untuk salah satu menangkal faham radikalisme dengan mengawal media sosial.
“Di media sosial banyak sekali informasi yang mengarah atau bersifat hoaks dan ujaran kebencian. Agar terbangun sifat peradaban yang lebih baik di dunia maya, kami mohon kepada pemegang kebijakan membantu edukasi kepada pengguna media sosial,” kata Boy Rafli pada Dialog Radikalisme. dengan Forkopimda Sumut di Pendopo Rumah Dinas Gubernur, Jalan Jenderal Sudirman 41 Medan, Selasa (1/12/2020).
Contoh kasus ISIS, banyak orang bergabung dengan organisasi teroris global tersebut lantaran menerima propaganda di media sosial. Menurut Rafli organisasi tersebut menguasai jaringan komunikasi di seluruh dunia. Meski tidak pernah saling bertatap muka, ISIS telah mengajak sekitar 35.000 warga untuk bergabung. Kurang lebih 1.200 orang berasal dari Indonesia.
“Jaringan teroris tidak hanya menyebarluaskan propaganda secara tatap muka tapi dengan media sosial,” ungkap mantan Kepala Divisi Humas Mabes Polri itu.
Salah satu mantan narapidana teroris (napiter) asal Sumut Toni Togar yang sudah menjalani hukuman selama 12,5 tahun hadir di acara dialog tersebut. . Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan, Toni mencoba membuka sebuah usaha bidang produksi sabun cair. Hal itu dilakukannya agar dapat mandiri dan bisa kembali membaur dengan masyarakat.
Toni berharap pemerintah daerah memberi perhatian kepada para mantan napiter seperti dirinya. “Yang sulit setelah keluar dari lapas, kita sulit membangun ekonomi dan kehidupan. Saya harapkan Pemda bersinergi dengan kami,” kata Toni.
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menegaskan, radikalisme paham bersifat memaksakan kehendaknya, dengan menggunakan kekerasan. Orang yang melakukan teror dan kekerasan adalah orang yang tidak bertanggung jawab.
Radikalisme dapat ditangkal jika semua pihak mengimplementasikan 4 konsensus dasar Negara Indonesia, Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
“Radikalisme adalah sikap ekstrem dalam sebuah aliran. Dia suka memaksakan kehendak apa yang ada di dalam pikirannya. Namun jangan salah mengartikan dengan orang yang bersikap kritis langsung dikatakan radikal, selama masih di dalam bingkai NKRI yang berasaskan Pancasila sah-sah saja,” ujar mantan Pangkostrad itu.
Edy megatakan, tugas anak bangsa saat ini adalah mengisi kemerdekaan dengan cara berkontribusi membesarkan dan membangun daerah. Sehingga cita-cita para pendahulu yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dapat terwujud.
“Mari kita isi kemerdekaan sehingga terwujud cita-cita para pendiri bangsa kita rakyat makmur dan sejahtera,” kata Edy.
Terkait para mantan napiter sudah tobat dan banyak melakukan hal-hal positif, Edy sangat mengapresiasi. Ia mengharapkan mantan napiter tidak lagi kembali seperti di masa lalu.
“Kita berdoa yang pastinya anda tak boleh lagi kembali ke masa lalu. Jangankan berbuat, berpikir seperti itu pun tak boleh lagi karena bangsa ini milik kita bersama,” ujar Edy. (rul)