membaranews.com-(Medan)
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengingatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) tetap netral pada Pilkada digelar Tahun 2020.
Netralitas ASN demi menciptakan Pilkada yang demokratis sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.
Di Sumut ada 23 Kabupaten/Kota menggelar Pilkada serentak 9 Desember 2020. Dalam Surat Edaran (SE) Pemprov Sumut meminta kepada seluruh ASN tidak ikut terlibat politik jelang Pilkada.
“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memiliki tugas pengawasan, monitoring dan pembinaan kepada Kabupaten/’Kota yang melaksanakan Pilkada. Dalam rangka pembinaan, kita sudah mengeluarkan Surat Edaran agar ASN tidak terlibat secara politik di Pilkada. Kita juga mengeluarkan Surat Edaran agar pemimpin daerah tidak memanfaatkan bantuan sosial untuk kampanye,” kata Kabag Penataan dan Pendapatan Daerah Biro Otda dan Kerja Sama Setdaprov Sumut Ahmad Rasyid Ritonga usai menghadiri webinar Netralitas dan Kewaspadaan Politisasi ASN Dalam Pilkada di Lantai 6 Kantor Gubernur Sumut, Senin (10/08/2020).
Ada sanksi tegas terkait netralitas ASN di Pilkada. Berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, hukuman bagi pelanggar netralitas ASN dimulai dari teguran tertulis hingga pemecatan tidak hormat.
Sanksi berpedoman PP Nomor 53 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Secara berjenjang akan kita lihat pelanggaran yang dilakukan, melihat tingkat kesalahannya. Sanksinya teguran tertulis hingga pemberhentian tidak hormat. ASN tidak boleh main-main,” kata Rasyid.
Sebelumnya, Menpan-RB Tjahjo Kumolo mengatakan sampai saat ini masih ada ASN yang terlibat politik jelang Pilkada. Begitu juga dengan Kepala Daerah masih ada yang memanfaatkan ASN untuk membantu memenangkan Pilkada.
Penyebab pelanggaran netralitas menurut hasil survei Bidang Pengkajian dan Pengembangan Sistem KASN Tahun 2018 :
Yang terbesar adalah motif mendapatkan jabatan, materi dan proyek (43,45%). Penyebab lainnya seperti adanya hubungan kekeluargaan (15,4%), tidak paham regulasi (12,1%) dan intervensi 7,7%. Selain itu karena kurangnya integritas ASN (5,5%), tidak netral dianggap lumrah (4,9%) dan sanksi lemah (2,7%).
“Itu masih terjadi sampai saat ini, berbondong-bondong menjadi Tim Sukses.Bila menang berharap mendapat jabatan. Ini jangan terjadi lagi. Jangan sampai ASN terlibat jadi Tim Sukses sehingga Pilkada tidak demokratis, tidak adil,” kata Tjahjo Kumolo saat memberi arahan pada webinar yang dihadiri provinsi se-Indonesia pemerintah Kabupaten/Kota.
Komisioner KASN Bidang Nilai Dasar Kode Etik Kode Prilaku dan Netralitas Arie Budhiman menyebut, hingga Juli 2020, ada 456 laporan terkait Netralitas ASN, 344 terbukti melanggar. Baru 189 kasus yang sudah ditindaklanjuti.
Menurut Arie, angka tersebut masih kecil walau ada peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
“Yang sudah ditindaklanjuti itu 54,9%. Itu sebenarnya masih kurang bila dibanding tahun lalu cukup signifikan (tahun lalu baru mencapai 38%).
Top 5 jabatan ASN yang melanggar itu jabatan : Pimpinan Tinggi (27,6%), Fungsional (25,4%), Administrator (14,3%), Pelaksana (12,7%), Camat/Lurah (9%). Jadi, ini perlu kita waspadai bersama,” ujar Arie.
Kepala Bawaslu RI Abhan berharap lembaga-lembaga negara dan masyarakat makin ketat mengawasi tindak-tanduk Kepala Daerah dan ASN menjelang Pilkada agar tidak terjadi kecurangan-kecurangan.
Menurut Abham, Pilkada yang demokratis akan menghasilkan pemimpin berkualitas dan pemerintahan yang lebih baik lagi.
Bila sejak Pilkada ASN sudah terlibat, maka pemenang memiliki utang budi atau apapun itu yang perlu diberikan kepada ASN. Entah itu jabatan, proyek, materi dll. Ini akan membuat pemerintahan tidak sehat. Ini akan menghambat pemerintah yang profesional.
Siapapun Kepala Daerahnya. ASN harus tetap menjunjung tinggi profesionalitas,” tegas Abhan. (rul)