Jakarta I membaranews.com
Kasus dugaan korupsi Basarnas ditangani KPK RI mengalami kisruh dan menjadi sorotan dari Koalisi Masyarakat Sipil dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Kedua kelompok ini mendesak untuk memberhentikan pimpinan KPK.
Koalisi Masyarakat Sipil dan ICW menilai pimpinan KPK saat ini harus bertanggung jawab atas kekisruhan terjadi.
Muhammad Isnur perwakilan dari Koalisi Masyarakat Sipil dan Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menyatakan, kekisruhan ini merupakan bagian dari masalah yang lebih besar, yaitu buruknya kinerja KPK di bawah pimpinan Firli cs.
Dia menyoroti peran suara Firli, suara Tanak, dan suara Alex Marwata dalam rangkaian penyelidikan kasus Basarnas sebelumnya, dan menyebut Puspom sudah dilibatkan.
Kami membahas masalah pimpinan KPK, kita bisa melihat krisis ini adalah hasil dari buruknya kinerja KPK dipimpin oleh Firli cs.
Bagaimana pernyataan-pernyataan Firli, Tanak, dan Alex Marwata serta bagaimana proses penyelidikan yang terdengar sebelumnya, Puspom (Polisi Militer) sudah terlibat dalam proses-proses tersebut, ujar Muhammad Isnur, dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (30/07/2023).
Namun informasi yang diberikan Puspom tidak sesuai, bahkan dalam rilis yang mereka berikan sudah ada dalam ekspose.Jadi ada koordinasi yang panjang, mengapa seolah-olah ada informasi yang menunjukkan tidak ada koordinasi.
“Ini menunjukkan buruknya Firli dan buruknya kinerja pimpinan KPK yang menandakan bahwa penanganan kasus semakin berantakan,” ujar Isnur.
Isnur menegaskan, pihaknya mendesak agar pimpinan KPK termasuk Firli Bahuri dan rekan-rekannya diberhentikan. Jika tidak setuju dengan langkah tersebut, pihaknya akan mendesak mereka untuk mengundurkan diri.
ICW juga menyuarakan tuntutan untuk pemecatan pimpinan KPK, khusus Johanis Tanaknkarena dia menyalahkan penyelidik KPK dalam penanganan kasus dugaan korupsi yang melibatkan anggota TNI, yakni Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
“Masalah ini harus dihadapi dengan bijak. Informasinya terkesan memutarbalikkan fakta, membuat penegak hukum yang bekerja di KPK dianggap salah, dan ini diberikan justifikasi oleh pimpinan KPK Johanis Tanak sebagai kesalahan dari penyelidik,” ujar Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (30/07/2023).
Agus menyatakan tidak mungkin penyelidik dan penyidik melakukan OTT tanpa ada perintah dari pimpinan.
Sebenarnya, ini adalah masalah mendasar, karena Pasal 39 UU KPK dengan jelas menyatakan bahwa penyidik dan penyelidik bekerja berdasarkan perintah. Mereka tidak akan menetapkan seseorang sebagai tersangka atau melakukan OTT tanpa adanya perintah dari pimpinan,tandasnya.
Karena itu, menurut saya Dewan Pengawas harus segera memeriksa Johanis Tanak, karena ini masalah serius dapat merusak integritas penegakan hukum dilakukan KPK.
“Jika tidak ada tindakan dari Dewan Pengawas, kami akan melaporkannya,” ucap Agus.
ICW mengutip Pasal 32 ayat (1) huruf c UU KPK yang menyatakan bahwa pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan jika melakukan perbuatan tercela. ICW menilai perbuatan Johanis Tanak sebagai perbuatan tercela dan menyatakan bahwa dia harus mundur dari jabatannya.
Seperti diketahui, pengumuman status tersangka terhadap dua anggota TNI mendapat tanggapan dari pihak Puspom TNI yang merasa keberatan dengan langkah yang diambil KPK.
Dari sinilah polemik OTT di Basarnas dimulai. Rombongan TNI dipimpin Danpuspom TNI Marsda Agung kemudian mengunjungi gedung KPK pada Jumat sore (28/07/2023) untuk menanyakan bukti-bukti yang mendasari penetapan Kepala Basarnas sebagai tersangka.
Setelah melakukan audiensi, KPK diwakili Wakil Ketua KPK Johanis Tanak didampingi petinggi TNI memberikan keterangan mengenai hasil audiensi tersebut.
Johanis Tanak kemudian menyampaikan permohonan maaf kepada TNI terkait penanganan kasus korupsi di Basarnas.
Dalam keterangannya saat jumpa pers di kantornya Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Jumat (28/07/2023, Johanis Tanak mengakui kalau tim penyelidik KPK ada kekhilafan. Seharusnya, kata Johanis Tanak, ketika melibatkan TNI, itu harus diserahkan kepada TNI untuk menangani, bukan oleh KPK. (AVID/R)