Tapanuli Selatan I membaranews.com
Zulfikri Harahap dkk tetap mendapat dukungan penuh dari PT Agincourt Resources (PTAR) selaku pengelola Tambang Emas Martabe saat beralih dari pelaku usaha pupuk kompos ke usaha furnitur dan jenis kerajinan lain.
Zulfikri menceritakan, awalnya tahun 2015 mereka mengolah sampah organik dari Pasar Batang Toru Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) menjadi bernilai ekonomis berupa kompos.
Usaha didukung PTAR ini sebagai upaya memberdayakan pemuda lokal. Selain untuk menjaga kelestarian lingkungan juga dalam upaya pengembangan ekonomi masyarakat.
Seiring berjalan waktu, permintaan kompos dari masyarakat menurun membuat mereka jarang beraktifitas.
Solusi pun dicari dan PTAR kembali mendorong mereka beralih memanfaatkan pallet di Tambang Emas Martabe menjadi furnitur dan jenis kerajinan lain.
“Saat mengolah sampah jadi kompos kami masih berupa komunitas berlokasi di Wek 2. Karena tempatnya terbatas untuk mengolah pallet, kami pindah ke Sumuran ini,” ujar Zulfikri kepada wartawan pekan lalu.
Zulfikri dkk diberi pelatihan selama seminggu dengan mendatangkan instruktur difasilitasi PTAR. Kemudian dibentuk wadah koperasi diberi nama Koperasi Sarop Do Mulana.
Babak baru dimulai. Usai menerima bantuan berbagai peralatan, Zulfikri dkk mulai membuat furnitur berupa kursi dan meja kafe, rak dan beragam jenis kerajinan lain. Namun di awal hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi di rumah masing-masing. Itu dilakukan untuk mengasah diri sebelum hasil karya dijual.
“Kami sangat berterima kasih kepada PTAR karena dari nol kami dilatih hingga saat ini sudah mahir,” ungkap Zulfikri pernah melakoni juru parkir di Pasar Batang Toru.
Pallet mereka peroleh secara gratis dan selalu ada di Tambang Emas Martabe. Biaya keluar untuk angkutan saja.
Tahun 2019 hasil karya mulai dipasarkan di sekitaran Batang Toru terutama jenis kursi dan meja kafe. Lambat laun pasar semakin terbuka baik ke Padangsidimpuan, Tapsel, Tapanuli Tengah, Sibolga bahkan Medan.
Selain bahan jadi, koperasi juga menjual pallet yang telah diketam berupa lembaran.
“Hanya 10 persen dari pallet itu bisa di olah jadi furnitur, sisanya 90 persen tidak,” sebut Zulfikri.
Meski demikian, PTAR memberi jalan keluar dengan mengolah 90 persen lagi menjadi serbuk gergaji. Gunanya untuk memenuhi kebutuhan di Tambang Emas Martabe baik untuk media tanam maupun kegunaan lain.
Mesin pengolah pallet menjadi serbuk gergaji kami pinjam pakai. Harga jual serbuk gergaji ke tambang Rp.2.000 perkilo, kata Zulfikri menjabat Sekretaris Koperasi Sarop Do Mulana .
PTAR juga aktif mempromosikan produk, mngikutsertakan pemasangan setting booth PTAR di berbagai event, seperti pada Hari Pers Nasional (HPN) 2023 di Medan, pameran pembangunan Tapsel dan lainnya.Saat ini rata-rata pendapatan kami Rp.18 juta per bulan,tutur Zulfikri.
PTAR terus memberikan pendampingan guna mengasah skil anggota koperasi sebagai bagian pengembangan kapasitas untuk lebih kreatif. (Borneo)