membaranews.com (Langkat)
Tiga orang security perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Sri Timur mengalami luka-luka, terpaksa dilarikan ke RS Pangkalan Brandan setelah bentrok dengan warga pendemo di Desa Sei Tualang Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Kamis (1/4/2021)
Kuasa Hukum PT Sri Timur Tribrata Hutauruk, SH,MH ketika dihubungi awak media via WhatsApp, Kamis malam (1/4/2021) membenarkan adanya bentrok antara Security PT Sri Timur dengan warga pendemo.
Dikatakan, awalnya puluhan warga Desa Sei Tualang diperintah Kepala Desa Nasrun melakukan pemasangan tenda dan portal untuk menutup akses jalan utama keluar masuknya kendaraan PT Sri Timur.
Melihat aktifitas itu, Estate Manager PT. Sri Timur Deny H. Damanik yang dikawal oleh belasan orang security perusahaan, meminta kepada Kades dan warga untuk tidak memasang tenda di akses jalan utama PT Sri Timur.
Ujungnya terjadi perdebatan antara Deny Damanik dengan Kades Desa Sei Tualang Nasrun dihadapan warga yang menggelar aksi demo dan yang menutup akses jalan.
Akibatnya, kata Hutauruk, tidak terhindarkan terjadi cekcok antara security perusahaaan dengan puluhan warga pendemo sehingga terjadi pemukulan mengakibatkan tiga security mengalami luka-luka dan segera dilarikan ke RS Pertamina Pangkalan Brandan.
Kami menilai perlakuan warga pendemo sudah sangat brutal dan merasa kebal hukum sehingga semakin menjadi-jadi.
“Rencananya, besok kami akan membuat laporan ke Polda Sumut,” ungkap Hutauruk.
Kondisi ini bisa terjadi bermula adanya larangan mengembalaan ternak (sapi) secara bebas di areal perusahaan perkebunan PT Sri Timur pada akhir Desember 2020 lalu.
Masuknya ternak sapi ke areal kebun, menimbulkan kerusakan tanaman sawit.sehingga PT Sri Timur membuat pelarangan agar ternak sapi milik warga tidak dibenarkan masuk ke areal kebun PT Sri Timur.
Akibat ada larangan itu, kata Hutauruk, warga merasa keberatan dan menggelar aksi demo yang diikuti dengan pemblokiran akses jalan utama PT Sri Timur sejak 1 Februari 2021.
Menurut Hutauruk, permasalahan ini telah di laporkan pihak perusahaan kepada Polres Langkat sesuai Nomor : STPLP/68/II/2021/SU/LKT tanggal 5 Februari 2021.
Terkait laporan pengaduan , polisi telah menetapkan 5 tersangka dari warga pendemo karena melanggar Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Namun hingga saat ini prosesnya belum ada kejelasan.
Selain itu, pihak DPRD Kabupaten Langkat melalui Komisi A telah juga melakukan upaya mediasi dalam RDP (Rapat Dengar Pendapat) pada 25 Februari 2021 lalum
“Dalam RDP terungkap, masyarakat tidak memiliki bukti legalitas apapun sebagaimana tuduhan perampasan lahan seluas 500 hektar yang digaungkan selama ini,” ungkap Hutauruk.
Semua tuntutan masyarakat yang disampaikan dalam RDP dianggap tidak berdasar dan mengada-ada, sehingga RDP menemui jalan buntu.Namun hingga saat ini masyarakat tetap merasa benar sendiri serta terus melakukan pemblokiran akses jalan perusahaaan. Akibatnya aktivitas panen dan operasional lainnya lumpuh total.
Kondisi ini sudah berjalan lebih enam puluh hari, namun belum juga ada tanda-tanda akan selesai akibat lambatnya proses penegakan hukum dari pihak kepolisian .
“Kondisi ini jelas bertentangan dengan perintah bapak Presiden Jokowi untuk kepastian berusaha serta perlindungan berinvestasi di Indonesia ditengah kondisi sulit dimasa Covid -19 saat ini,” sebutnya. (Agung)
Foto :
Demo Warga dan Security Luka-Luka.(ist)