membaranews.com (Jakarta)
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan pesan bagi kalangan pers pada seminar bertajuk Regulasi Negara dalam Menjaga Keberlangsungan Media Mainstream di Era Disrupsi Medsos,yang merupakan rangkaian Hari Pers Nasional 2019 di Jakarta, Kamis (4/2/2021) .
Yasonna yang menjadi Keynote Speaker seminar ini meminta media mainstream untuk tetap menjaga kualitas pemberitaan meski menghadapi tantangan teknologi di era disrupsi media sosial. Pemerintah akan terus mendukung dewan pers dan media mainstream untuk mempertahankan kualitas.
“Di tengah disrupsi media social Dewan Pers mungkin perlu membuat semacam standard bagi kualitas media kita, demi menjaga kualitas dan melawan hoaks,” ujar Yasonna.
Terkait disrupsi media social, Yasonna menjelaskan hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tapi dunia tengah menghadapi gonjang-ganjing akibar disrupsi media sosial. Kehadiran media social menjadi hal yang sangat diperhatikan pemerintah.
“Dari total pengguna internet di Indonesia 170 juta di antaranya pengguna media social ini. Pemerintah negara negara di dunia pusing mengelola medsos. Kami pernah bertemu antar pemimpin negara di Australia salah satunya membahas perkembangan medsos karena terkait terorisme,” ujarnya
Menkumham menyatakan pengguna medsos di Indonesia sangat dahsyat mempengaruhi masyarakat dan pemerintah harus berupaya menyiasatinya ke arah yang lebih baik. Jumlah penduduk sebanyak 270 juta jiwa dengan pengguna handphone sebesar 378 juta.
“Ini menunjukkan netizen Indonesia sangat besar dan dipastikan terus meningkat terlebih karena pandemi. Angka angka tadi menghasilkan keuntungan tapi bisa pula melahirkan kerugian seperti yang terjadi dialami media mainstream,” ujarnya
Terkait disrupsi media sosial yang mengancam media mainstream, Menkumham menganggap internet bisa memberi keuntungan tapi sekaligus ancaman kebangkrutan. Hal ini pun perlu menjadi perhatian.
“Tidak hanya media tapi kita juga melihat pasar-pasar, market tradisional mengalami disrupsi yang perlu disikapi,” jelasnya.
Ketua Umum PWI Pusat yang memberikan sambutan menjelaskan tekanan disrupsi media sosial terhadap media mainstream terasa semakin kuat. Disrupsi ini muncul dengan semakin cepatnya penetrasi bisnis mereka melalui mesin pencari dan situs e-commerce yang memberi guncangan sangat besar pada media mainstream.
“ Di tengah krisis karena pandemi ini, kehadiran disrupsi media social membuat media mainstream semakin terpukul. Jika keadaan ekonomi ini berlanjut saya tidak membayangkan apakah masih ada kemampuan media untuk hidup lebih lama,” jelasnya.
“Salah satu bisa kita harapkan untuk menjadi penolong media ialah kerjasama yang diatur misalnya dengan google dan facebook. Perlu dirumuskan aturan main yg transparan adil dan menjamin keseteraaan antara platform digital dan media mainstream. Diperlukan regulasi untuk koeksistensi antara media lama dan baru yang saling membutuhkan,” ujar Atal di hadapan Menkumham dan ratusan hadirin yang hadir secara langsung maupun virtual.(SW/REL)