membaranews.com–(Medan)
Kepustakaan Melayu bertambah setelah diluncurkannya buku “Lagak Melayu” Edisi 2020 karangan Shafwan Hadi Umry, Rabu (2/12/2020) di Aula Kampus UISU Jl. Sisingamangaraja Medan, Rabu (2/12/2020).
Buku yang banyak bercerita tentang cara hidup dan budaya Melayu ini diharapkan mampu memberikan wawasan lebih mendalam kepada pembaca terutama kaum milenial.
Tidak sedikit milenial sebagai generasi penerus sudah cukup jauh dari adat istiadat Melayu. Buku Lagak Melayu dapat menambah wawasan untuk anak-anak kita, generasi penerus kita.
“Banyak dari kita tidak tahu lagi sejarah adat budaya Melayu terutama milenial. Di pelajaran sejarah juga sangat sedikit dibahas bahkan mungkin tidak ada, ” kata Musa Rajekshah dalam sambutannya.
Wagub berharap buku karangan sastrawan dan budayawan Melayu ini beredar luas di masyarakat, tidak hanya di kalangan tertentu. “Dengan tersebar-luasnya buku ini maka orang-orang akan lebih mengetahui Melayu dulu dan sekarang”, ujar Ketua Ketua Umum Ikatan Alumni (IKA) UISU ini.
Anggota Komisi X DPRRI Djohar Arifin Husin mengatakan perlu memperkaya kepustakaan Melayu karena sebagian besar teks Melayu dimusnahkan saat revolusi sosial. Penulis-penulis Melayu perlu diberikan apresiasi tinggi.
Menurut Djohar koleksi buku Melayu banyak dihabisi komunis padahal bagaimana hebatnya Melayu.
Rektor UISU Yanhar Jamaluddin berharap semakin banyak penulis-penulis Melayu muncul dan buku ‘Lagak Melayu’ menjadi bacaan murid sekolah dan mahasiswa di Sumut.
“Warisan tekstual Melayu banyak tenggelam dan bisa lenyap dimakan media postmodern. Kami berharap penulis terus mempromosiskan buku Lagak Melayu menjadi bacaan siswa, mahasiswa dan masyarakat kita, sebut Yanhar.
Shafwan Hadi Umry selaku penulis mengatakan, keinginannya menulis buku muncul setelah banyakmasyarakat Melayu tidak lagi berperilaku seperti orang Melayu. Selain itu, budaya Melayu itu sendiri sudah banyak tercemar dan malah menjadi gaya hidup orang Melayu.
Ada tiga poin yang disinggung dari buku “Lagak Melayu”.
Pertama, Lagak Melayu yaitu tata cara hidup dan budaya orang Melayu.
Agak Melayu yaitu orang-orang yang menerapkan budaya Melayu yang sudah tercemar.
Kagak Melayu yaitu orang yang sudah pasti bukan Melayu walau dia berlagak seperti orang Melayu,” kata Shafwan.
Ichwan Azhari selaku Ketua Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial (Pussis) Unimed mengatakan, Lagak Melayu merupakan idiom yang menyindir masyarakat Melayu untuk bangkit.
“Lagak kalau saya lihat itu dua sisi, salah satunya yang sudah dijelaskan penulis tadi. Sisi lainnya yaitu idiom kekalahan.
Kita misalkan lagak kaya, lagak cantik yang berarti mereka tidak kaya dan tidak cantik. Melayu ini dulu hebat, tapi sekarang ?.
Buku ini bertujuan untuk membangkitkan Melayu yang dulu, Melayu yang jaya,” ujar Ichwan.(rul)